Strategi UMKM Tembus Ekspor, Marco Tieman: Bikin Kisah Produk, Orang Rela Bayar Mahal untuk Sebuah Cerita yang Bagus!
Banda Aceh – Pakar Halal Supply Chain Dunia, Prof Dr Marco Tieman, menyoroti potensi besar Indonesia yang hilang di tengah jalur perdagangan global, khususnya untuk produk makanan dan komoditas unggulan lainnya
Menurutnya, Indonesia memiliki awal dan akhir rantai pasok yang kuat, pertanian yang unggul dan restoran yang digemari di luar negeri, namun lemah di tengah-tengahnya yaitu perdagangan dan pemrosesan.
Tieman yang juga anggota dewan di Mecca Halal Forum di Arab Saudi, memberikan contoh mengejutkan mengenai masakan Indonesia di Belanda.
Ia menyebut bahwa orang-orang Belanda sangat menggemari masakan Indonesia, mereka pergi ke restoran Indonesia yang ada di Belanda.
Ironisnya, restoran Indonesia di Belanda, mereka memasok bahan-bahan bakunya dari Thailand, bukan dari Indonesia.
“For example, at a restaurant in Holland (Belanda). The Indonesian restaurant, where do they get the product from? The Restaurant Indonesia, they buy the product from Thailand, tidak dari Indonesia. So the trading is missing. (Sebagai contoh restoran di Belanda. Restoran Indonesia di Belanda, dari mana mereka memasok bahan bakunya. Restoran Indonesia, mereka beli produk dari Thailand, tidak dari Indonesia. Jadi, perdagangan hilang di situ),” kata Marco Tieman saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Ekspor-Impor Berbasis Komoditi Lokal di Gedung Balai Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Sabtu (22/11/2025).
Tieman juga menyoroti ironi dalam perdagangan komoditas seperti minyak sawit. Ia mengungkapkan bahwa Belanda merupakan negara importir minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan memiliki banyak pabrik pengolahan minyak atau refinery.
Padahal, kata dia, di Belanda sendiri tidak tumbuh pohon kelapa sawit, sehingga memunculkan pertanyaan, mengapa Belanda membangun banyak sekali pabrik refinery.
Di dekat pabrik kilang minyak sawit, terdapat perusahaan besar Unilever yang memproduksi es krim, deterjen, hingga vitamin, dan kemudian menjualnya kembali ke Indonesia, yang bahan bakunya berasal dari Indonesia itu sendiri.
Tieman menyarankan Indonesia, khususnya Aceh, untuk mengambil peran kunci dengan menciptakan klaster produksi sendiri di dalam negeri untuk memproses komoditas seperti kakao dan minyak sawit.
“You need to create an Indo cluster here, di sini, and you can make a lot of money on that. (Anda harus menciptakan klaster produksi di sini, dan Anda bisa menghasilkan banyak uang dari sana),” ujarnya.
Strategi Menembus Pasar Global
Marco Tieman juga menyampaikan rekomendasi strategis bagi Indonesia, khususnya Aceh, untuk memanfaatkan kisah lokal sebagai brand premium.
Ia menyebut bahwa kisah di balik sebuah produk sangat berharga dan orang-orang bersedia membayar mahal untuk sebuah cerita yang bagus.
“You need to create a story. People are willing to pay money for a good story. (Kalian harus menciptakan sebuah kisah. Orang-orang rela membayar uang untuk cerita yang bagus),” kata Marco.
Selain cerita, Tieman menekankan pentingnya kemasan (packaging) dan penentuan posisi (positioning) dalam pemasaran internasional, karena selera pasar berbeda-beda di setiap negara.
Ia menyebut bahwa selera kemasan di dunia sangat berbeda. Tiongkok menyukai warna merah muda, di Arab Saudi mereka menyukai warna emas. Itu adalah perbedaan selera dan perbedaan pasar.
Oleh karena itu, desain kemasan harus disesuaikan dengan pasar yang dituju (seperti Timur Tengah, Afrika, atau Amerika), bukan hanya berdasarkan selera lokal.
Sebagai informasi, Seminar Nasional Ekspor-Impor Berbasis Komoditas Lokal di BMA merupakan rangkaian acara Muzakarah Saudagar Aceh dan UMKM Expo Saudagar Aceh 2025.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (Diskop UKM) Aceh bekerja sama dengan Majelis Pengurus Wilayah Ikatan Saudagar Muslim se-Indonesia (MPW ISMI) Aceh dan berkolaborasi dengan Diaspora Global Aceh (DGA).
Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari, mulai tanggal 21 hingga 23 November 2025 di Balai Meuseuraya Aceh. (Akhyar)






